Wednesday, May 6, 2009

Nasehat para imam mazhab untuk mengikuti sunnah



IMAM ABU HANIFAH
Imam mazhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu'man
bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai
macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya
mengandung satu tujuan, iaitu kewajiban berpegang pada
Hadis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
meninggalkan sikap membela pendapat-pendapat para
imam bila bertentangan dengan Hadis Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Ucapan beliau.
1) "Jika suatu Hadis itu sahih, maka itulah
mazhabku".
2) "Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan
kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil
sumbernya"
3) Pada riwayat lain dikatakan bahawa beliau
mengatakan: "Orang yang tidak mengetahui
dalilku, haram baginya menggunakan
pendapatku untuk memberikan fatwa". Pada
riwayat lain ditambahkan: "Kami hanyalah seorang
manusia. Hari ini kami berpendapat demikian
tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat
lain lagi dikatakan: "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf),
celakalah kamu! Janganlah kamu tulis semua
yang kamu dengar dariku. Hari ini saya
berpendapat demikian, tapi hari esok saya
meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya
meninggalkannya".
4) Kalau saya mengemukakan suatu pendapat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
tinggalkanlah pendapatku itu yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis

IMAM MALIK BIN ANAS
Imam Malik bin Anas menyatakan:
1) "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang
salah, terkadang benar. Oleh kerana itu, telitilah
pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan
Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan
Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah".
2) "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa
diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam sendiri".
3) Ibnu Wahhan berkata: "Saya pernah mendengar
Malik menjawab pertanyaan orang tentang
menyela-nyela jari-jari kaki dalam wudhu,
jawabnya: 'Hal itu bukan urusan manusia'. Ibnu Wahhab berkata: 'Lalu saya tinggalkan beliau
sampai orang-orang yang mengelilinginya
tinggal sedikit, kemudian saya berkata
kepadanya: 'Kita mempunyai Hadis mengenai hal
tersebut'. Dia bertanya: 'Bagaimana Hadis itu?.
Saya menjawab: 'Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah,
Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dari
Yazid bin 'Amr Al-Mu'afiri, dari Abi 'Abdurrahman
Al-Habali, dari Mustaurid bij Syaddad Al-
Qurasyiyyi, ujarnya: 'Saya melihat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menggosokkan jari
manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya'.
Malik menyahut:' Hadis ini hasan, saya tidak
mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini.
'Kemudian di lain waktu saya mendengar dia
ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau
menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari-jari
kakinya"

IMAM ASY-SYAFIE
Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafie
dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus 9 dan
pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya
dan lebih beruntung.
Beliau berpesan antara lain.
1) "Setiap orang harus bermazhab kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan
mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku
katakan atau sesuatu yang aku katakan itu
berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tetapi ternyata berlawanan dengan
pendapatku, apa yang disabdakan oleh
Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku"
2) "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahawa
orang yang secara jelas telah mengetahui suatu
Hadis dari Rasulullah tidak halal
meninggalkannya guna mengikuti pendapat
seseorang"
3) "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu
yang berlainan dengan Hadis Rasulullah,
peganglah Hadis Rasulullah itu dan tinggalkan
pendapatku itu"
4) "Bila suatu Hadis sahih, itulah mazhabku"
5) "Kalian lebih tahu tentang Hadis dan para
rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadis itu
sahih, beritahukanlah kepadaku biar di mana pun
orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam,
sampai aku pergi menemuinya"
6) "Bila suatu masalah ada Hadisnya yang sah dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut
kalangan ahli Hadis, tetapi pendapatku
menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik
selama aku hidup maupun setelah aku mati"
7) "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu
pendapat yang ternyata menyalahi Hadis Nabi
yang sahih, ketahuilah bahawa hal itu bererti
pendapatku tidak berguna"
8) "Setiap perkataanku bila berlainan dengan
riwayat yang sahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, Hadis Nabi lebih utama dan kalian
jangan bertaqlid kepadaku"
9) "Setiap Hadis yang datang dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, bererti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari
aku"

AHMAD BIN HANBAL
Ahmad bin Hanbal merupakan seorang imam yang paling
banyak menghimpun Hadis dan berpegang teguh
padanya, sehingga beliau benci menjamah kitabkitab
yang memuat masalah furu' dan ra'yu.
Beliau menyatakan sebagai berikut:
1) "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau
kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi
ambillah dari sumber mereka mengambil. 20
Pada riwayat lain disebutkan: "Janganlah
kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam
urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu
ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang
boleh memilihnya (menolak atau menerima)"
Kali lain dia berkata: "Yang dinamakan ittiba'
iaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para
tabi'in boleh dipilih".
2) "Pendapat Auza'i, Malik dan Abu Hanifah
adalah ra'yu (pikiran). Bagi saya semua ra'yu
sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama
adalah yang ada pada atsar (Hadis)"
3) "Barangsiapa yang menolak Hadis Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di
jurang kehancuran"

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (AlQur'an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar
beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (AnNisaa': 59)

Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh
orang untuk berpegang teguh pada Hadis dan melarang
mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka
itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan
lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua Hadis
yang sahih sekalipun bertentangan dengan sebagian
pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak
dikatakan menyalahi mazhab mereka dan keluar dari
kaedah mereka, bahkan sikap itulah yang disebut
mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat
yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan HadisHadis yang sahih kerana dipandang menyalahi pendapat mereka.
Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka
kepada mereka dan menyalahi pendapatpendapat
mereka yang telah dikemukakan di atas. Allah berfirman.
"Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan
beriman sehingga mereka menjadikan kamu
sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa
diantara mereka, kemudian mereka tidak
berkeberatan terhadap keputusanmu dan
menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati".
[AnNisa':65]
Allah juga berfirman.
"Orangorang
yang menyalahi perintahnya
hendaklah takut fitnah akan menerima mereka
atau azab yang pedih akan menimpa mereka".
[AnNur:63]
Imam Hafizh Ibnu Rajab berkata: "Kewajiban orang yang telah menerima dan
mengetahui perintah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah menyampaikan kepada
ummat, menasihati mereka, dan menyuruh
mereka untuk mengikutinya sekalipun
bertentangan dengan pendapat mayoritas
ummat. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam lebih berhak untuk dimuliakan dan diikuti
dibandingkan dengan pendapat tokoh mana pun
yang menyalahi perintahnya, yang terkadang
pendapat mereka itu salah. Oleh kerana itulah,
para sahabat dan para tabi'in selalu menolak
pendapat yang menyalahi Hadis yang sahih
dengan penolakan yang keras yang mereka lakukan bukan kerana benci, tetapi kerana rasa
hormat. Akan tetapi, rasa hormat mereka kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh
lebih tinggi daripada yang lain dan kedudukan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh di atas
makhluk lainnya. Bila perintah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata berlawanan
dengan perintah yang lain, perintah beliau lebih
utama didahulukan dan diikuti, tanpa sikap
merendahkan orang yang berbeda dengan
perintah beliau, sekalipun orang itu
mendapatkan ampunan dari Allah. Bahkan orang yang mendapat ampunan dari Allah, yang
pendapatnya menyalahi perintah Rasuluallah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak merasa benci
bila seseorang meninggalkan pendapatnya,
ketika ia mendapati bahawa ketentuan Rasulullah
berlawanan dengan pendapatnya.
Komentar AlAlbani:
Bagaimana mereka (para imam)
membenci sikap semacam itu, padahal mereka sendiri
menyuruh para pengikutnya untuk berbuat begitu, seperti
yang telah disebut keterangannya di atas. Mereka
mewajibkan para pengikutnya untuk meninggalkan
pendapatpendapat
mereka, bila bertentangan dengan
Hadis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan Imam
Syafie menyuruh para muridnya untuk mengatasnamakan
dirinya terhadap setiap Hadis yang sahih, sekalipun beliau
tidak meriwayatkannya, atau bahkan pendapatnya
bertentangan dengan Hadis itu. Oleh kerana itu, Ibnu Daqiq Al'Id
mengumpulkan berbagai Hadis yang
dikategorikan bertentangan dengan pendapat dari salah
satu atau seluruh imam yang empat, dalam sebuah buku
besar. Beliau mengatakan pada pendahulunya:
"Mengatasnamakan para imam
mujtahid tentang berbagai masalah
yang bertentangan dengan Hadis sahih
adalah haram".
Para ahli fiqih yang taqlid kepada
mereka wajib mengetahui bahawa tidak
boleh mengatasnamakan masalah itu
kepada mereka. sehingga berdusta
atas nama mereka.



Saturday, May 2, 2009

Makna Susah didalam Ibadah


Orang yang rajin dalam ibadah kalau seandainya meninggalkan ibadah maka orang tersebut akan merasakan kesusahan, kesedihan, kehawatiran, bahkan bisa ketakutan dalam jiwanya, sebagaimana telah diceritakan oleh sayyidina umar bin hattab RA. Beliau pada suatu hari masuk kesebuah kebun kurma, dan kebun tersebut tanahnya sangat subur airnya mengalir dengan bersih dan buah kurmanya tumbuh segar-segar, karena senangnya sahabat umar menikmati keindahan kebun tersebut sampe lupa meninggalkan jama’ah sholat ashar, kemudian dia melihat gerombolan muslimin berjalan menghampirinya dan beliau bertanya “dari mana kalian semuanya” mereka menjawab kami baru saja melaksanakan sholat ashar berjama’ah, kemudian sahabat umar kaget gelisah, menangis dan menjawab “innalillahi wainna ilaihi roji’un”. Rasa kegelisahan sahabat umar sangat dalam karena beliau merasa berdosa kepada Allah bahkan merasakan kesusahna karena ketinggalan jama'ah sholat ashar, beliau berpikir harus perbanyak ibadah untuk menebus dosa meninggalkan jama’ah sholat ashar karena sebuah kebun kurma akhirnya kebun kurma tersebut diwaqafkan kepada kaum fakir.
Tetapi bagi kita orang awwam terkadang ketinggalan harta ataupun kerugian dalam perdagangan walaupun sedikit tetapi merasakan kesusahan dan penyesalannya bertahun-tahun, tetapi kalau ketinggalan didalam ibadah kita tidak akan merasakan penyesalan dan kesusahan sedikitpun didalam hati, itulah orang yang tertipu dalam kehidupan dunia “wa la tagrurronnakumul hayatud dunya” janganlah kalian tertipu dengan kehidupan dunia, termasuk orang yang tertipu dunia adalah orang yang sibuk mencari harta sampe meninggalkan ibadah, “ya ayyuhal ladzina amanu la tulhikum amwalukum wa la auladukum ‘an dzikrillah wa manyaf’al dzalika fa ulaika humul khosirun” hai orang-orang yang beriman janganlah melalaikan kamu, hartamu, anak-anakmu, berdzikirlah (ingatlah) kepada Allah, barang siapa yang lalai, maka termasuk orang-orang yang merugi, kesimpulannya orang yang banyak meninggalkan ibadah yaitu umumnya orang-orang yang sibuk mencari dunia, bukannya mencari dunia tidak boleh, bahkan diperintah oleh Allah sebabnya orang yang hidup didunia harus ibadah dan ibadah perlu dunia, tetapi mencari dunia jangan sampe meninggalkan ahirat dan yang lebih terpenting kebahagian akhirat karena “ad dunya majro’atul ahirat” dunia itu ladangnya ahirat.
Tetapi barang siapa sudah merasakan susah dan penyesalan dalam meninggalkan ibadah tetapi rasa kesusahan tersebut tidak membangkitkan dorongan semangat untuk beribadah dan menebus rasa kesalahan tersebut maka orang tersebut tertipu oleh syaiton, Nabi Muhammad SAW bersabdah “sesungguhnya Allah suka kepada setiap hati yang selalu susah” kesusahan disini memikiri kekurangan-kekurangan dalam beribadah, diceritakan Abu ‘Ali addaqof berkata “orang yang susah bisa menempuh perjalan menuju Allah hanya satu bulan dari pada orang yang tidak merasakan susah dalam menempuh jalan menuju Allah bertahun-tahun”, perjalan menuju Allah tersebut perjalanan yang mengalami tahapan-tahapan, yang pertama tahapan orang ‘abid yaitu orang yang beribadah mencari ridho Allah yang bertujuan selamat dari neraka dan masuk syurga, tahap kedua mukhlis yaitu orang yang beribadah tidak ada tujuan-tujuan kecuali semata-mata mencari rido Allah, tahapan yang ketiga mukhib yaitu orang yang suka kepada Allah dan yang keempat ‘arif yaitu orang yang ahli ma’rifat kepada Allah.
Orang mukhib untuk mencapai derajat ‘arif harus melintasi tahapan-tahapan tazali yaitu ada empat, tazali af’al, tazali sifat, tazali asma, tazali dzat. Inilah yang disebut perjalanan menuju Allah, dan perjalanan ini sangat panjang, digambarkan ibnu ‘atoillah asakandari bahwasannya hatinya orang itu ada yang diibaratkan seperti tanah, jika tanah tersebut digali sedikit saja sudah keluar airnya ada juga tanah digali dan keadaan tanah tersebut didalam berbatu-batu dan walaupun digali sampe dalam tidak keluar airnya, maka yang ada kegersangan oleh karena itu tanah tersebut harus dialiri, seperti halnya hati manusia kalau gersang karena disibukan denga hal-hal dunia maka harus dialiri dengan berdzikir kepada Allah dan mengikuti pengajian-pengajian untuk mengarahkan langkah kita sehingga perjalan menuju Allah jangan menyimpang, tetapi ikut pengajian tersebut harus diperhatikan lagi jangan sampe dari aliran-aliran yang bermacam-macam, sehingga menghambat perjalanan. Bahkan ada juga belajar dengan sendirinya lewat kitab-kitab, akhirnya salah pemahaman maka hati yang mangaliri kurang bagus, jadi dalam perjalanan menuju Allah ada ilmunya dan harus mempunyai seorang guru, karena man la syaikho lahu fa syaikhuhu syaiton “barang siapa yang tidak mempunyai guru maka gurunya adalah saitan”.
Orang yang berjalan menuju Allah juga ada tahapan-tahannya nafsu, nafsu yang paling bawah nafsu ammarah, , tanda-tandanya seperti ria, pelit, sombong, rakus dunia dan lain sebagainya maka kita harus riadohtin nafsu atau melatih nafsu, yang asalnya takabur menjadi tawadu’, ria menjadi ihlas dan lain sebagainya, setelah dilatih kemudian naik menjadi nafsu lawwamah kemudian naik lagi ke mulhimmah, dan biasanya kalau sudah mencapai mulhimmah biasanya sudah mukasyafah yaitu sudah kebuka mata hatinya, rahasia-rahasia alam gaib bisa kelihatan baginya, mengetahui apa yang didalam hatinya orang lain dan sebagainya,. Dan ini sangat berbahaya, karena apa yang datang dalam hati bisa datang dari Allah, ini diistilahkan dengan keawasan, keawasan dari Allah disebut warid robbani, dari malaikat disebut warid malaki, dari bangsa jin disebut warid jinni, dari bangsa saitan disebuta warid syaitoni, dari nafsu disebut warid nafsi, dan diantara warid-warid tersebut yang datang kedalam hati ini tidak bisa dibedakan, dan yang masih belum melatih nafsu mulhimmah tidak bisa membedakan, maka tidak boleh menggunakan ilmu mukasyafah ini sebelum dicocokan dengan syariahnya, contohnya yang datang dalam hati dicocokan kedalam alquran ada tidak, didalam hadis boleh apa tidak, para jumhur ulama membolehkan tidak? Itulah yang dimaksud kesusahan dalam ibadah disini adalah usaha untuk melengkapi kekurangan-kekurangan dalam ibadah apa lagi didalam mencari perjalan menuju Allah harus penuh dengan kesusahan yang dilewati.
Kesimpulannya didalam ketinggalan ibadah harus merasakan susah tetapi kesusahan yang sodiq (benar) artinya memberikan motivasi untuk lebih tekun dalam ibadah, yang kedua semangat untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam ibadah, yang ketiga harus ada permohonan untuk diberikan semangat dalam ibadah karena bagaimanapun usaha kita, keniatan kita kalau tidak karena Allah maka tidak akan terjadi karena manusia hanya berusaha, Allah juga yang menentukan.

Friday, April 24, 2009

Kenikmatan Hakiki


Kenikmatan yang hakiki (sebenarnya) adalah kenikmatan yang dihadapkan dengan hal-hal ‘ubudiyah (ibadah), tetapi bagi kita mendapatkan kenikmatan yang sempurna (yang besar) dari Allah yang berhubungan dengan harta benda, jabatan kekuasaan, tetapi sebenarnya itu semua adalah cobaan yang besar dari Allah, salah satu kenikmatan yang hakiki yaitu kenikmatan ta’at kepada Allah, maksud taat yaitu bisa menjalankan perintah-Nya dan bisa menjauhi larangan-Nya. Dan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah harus bermodalkan istiqomah, karena istiqomah adalah satu macam ibadah yang diistiqomahkan lebih bagus dari pada dua ribu karomah, maksud karomah adalah kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang dikehendaki-Nya yang berbeda dari adat kebiasaan manusia, seperti melihat alam gaib dan lain sebaginya.
Istiqomah lebih bagus atau lebih utama dari pada karomah karena istiqomah adalah melaksanakan tuntutannya Allah kepada manusia sedang karomah tuntutan nafsu kepada manusia, makanya dalam beribadah janganlah banyak berharap atau berangan-angan untuk mendapatkan kelebihan yang keluar dari adat atau dalam hal-hal kedunawiyan, semuanya adalah tuntutan nafsu kepada manusia itu sendiri. Dan semua ibadah yang bermodalkan istiqomah semuanya akan ada astar (pengruhnya) dari Allah, kalau seandainya manusia itu seorang waliyullah maka akan diberikan karomah sedang kalau sebagai manusia biasa makan akan mendapatkan ma’unah dan kebahagiaan dunia akhirat, kesimpulannya istiqomah pasti mendapatkan karomah sedang karomah belum tentu.
Kembali ke taat bahwasanya maksud taat yaitu bisa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah secara lahiriyah, seperti menjalankan sholat jama’ah, membaca qur’an, shodaqoh, berdzikir dan meninggalkan maksiat, berzina, mencuri dan lain sebagainya semuanya ini yang dimaksud taat secara lahiriyah. Sedang secara batin yaitu menjaga Allah didalam keinginan menempuh cita-cita tidak menjaga amalnya. Dan orang yang seperti ini orang yang berderajat abrorr, karena abror adalah orang yang banyak melakukan ibadah lahiriyah dan mempunya tujuan (cita-cita) yaitu selamat dari neraka dan masuk syurga. Dan golongan abror disebut ghinnan bihi ‘anha (menjaga Allah tapi tidak menjaga taat) hematnya tidak menjaga amal tapi menjaga pertolongan Allah. Sebagi contoh janganlah kita menjaga sholat (dalam artian bukannya tidak sholat) karena kita ada cacatnya seperti lupa syarat dan rukunnya, ada maksud ria dan lain sebagainya, tetapi yang dimaksud disini menjaga pertolongan Allah, “ya Allah hamba memohon selamat dari siksa neraka, tetapi yang saya jaga adalah rahmat-Mu, hamba tidak menjaga amal hamba karena amal hamba banyak cacatnya, banyak kekurangannya maka yang hamba jaga sifat pengasih dan pemurah-Mu”. “Allhummah inna nasaluka ridloka wal jannah wana’udzubika min sakhotika wannar..” karena semua yang kita lakukan dalam beribadah ini semata-mata bukan karena kekuatan kita sendiri tetapi karena pertolongan Allah, ini semua permohonan dari orang Abrorr.
Yang menyelamatkan manusia dari neraka dan memasukkan manusia ke syurga bukanlah karena amalnya tetapi karena Allah semuanya, sedang amal hanyalah asbab (sebab atau pelantara), dan sebab ini tidak menciptakan tetapi yang menciptakan Allah contoh logikanya rumah tidak kecurian bukanlah karena kunci atau satpam tetapi itu semuanya karena Allah, kuci dan satpam hanya asbab, tetapi banyak juga ada kunci dan penjagaan ketat scurity tetap saja kecurian.
Jadi kenikmatan yang sangat bernilai yang diberikan kepada kita bukanlah harta benda tetapi kenikmatan iman maka dimata Allah nilai dunia tidak semahal sayap nyamuk oleh karena itu tidak salah kalau didunia orang non muslim banyak yang kaya sandang pangan, tetapi orang islam banyak yang kurang sandang pangan, tetapi kenikmatan yang diberikan Allah kepada kaum muslim adalah kenikmatan iman dan islam yang nilainya sangat tinggi dari pada harta yang berwujud didunia ini. Dan barang siapa yang selalu bersyukur akan iman yang diberikan Allah dan menggunakan keimanan tersebuat dengan taat dan semata-mata mencari ridho Allah maka dunia akan ikut dengan sendirinya.

Wednesday, April 22, 2009

Bagaimana Cara Mengetahui Kedudukan Manusia diSisi Allah ?


Orang yang tergolong ‘ammah yaitu bisa dilihat dari tindakan amalnya halal apa haram, ta’at apa maksiat. Dan orang-orang ‘ammah itu bisa diukur dari amalnya, dan mereka bisa memahami bahwa besok hari itu saya celaka apa bahagia, mereka beramal tapi dalam fikirannya apa nanti dihari akhirat saya ini neraka apa syurga? Hal-hal itu bisa diketahui kedudukan kita didunia, kalau seandainya apa-apa didunia ini yang kita lakukan semata-mata hanya mencari keridhoan Allah maka kita akan bisa masuk syurga yaitu mengerjakan apa yang diperintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang Allah. Contohnya didalam hadis diceritakan bahwa “ man kana lahu mallun faltashodaq bimalli waman kana lahu ‘ilmu fatashodaq bi’ilmi, wa man kana lahu quwatun fatashodaq biquwati” kesimpulannya ibadah sesuai dengan kemampuanya dan barang siapa yang melakukan semata-mata hanya mencari kerihoan Allah, ingsyaAllah menjadi ahli sa’adah (bahagia). Dan sebaliknya kalau melakukan hal-hal yang tidak diridhoai Allah maka jelas nanti jadi ahli celaka.
Orang yang tergolong khosoh terbagi menjadi dua muqorrobun (orang yang dekat dengan Allah) dan abror (kedudukannya masih dekat dengan golongan ‘ammah tetapi ibadahnya banyak dan bertujuan kesalamatan dari celaka dan bertujuan masuk syurga) tetapi ibadahnya kebanyakannya ibadah lahiriyah seperti membaca qur’an, sholat berjamaah. Sedang yang muqorubun termasuk mukhibbin (yang suka dengan Allah) dan ‘arifin ( orang ahli ma’rifat) dan kebanyakan ibadahnya tidak kelihatan, kebanyakan ibadah hati seperti ikhlas, tawadu’, qona’ah dan lain sebagainya. Dan orang-orang yang ibadah bertujuan untuk kepentingan dunia termasuk golongan halikin (orang-orang yang rusak) atau gofilin (orang yang lupa dengan Allah).
Sedang orang yang termasuk golongan mukasyafah maka mereka berkat ibadahnya yang tulus akan diberikan kelebihan bias mendengar suara-suara gaib atau penglihatan alam-alam gaib karena sudah dibuka mata batinnya, seperti alam gaib jabarut termasuk alam barjah, alam kubur yaitu alam yang dimana didalamnya penghuninya bisa melihat alam syahadah atau alam dunia umumnya penghuni alam ini alam jin, yang kedua alam gaib malakut yaitu alam arwah-arwah manusia yang telah meninggal, yang termasuk orang-orang sholihin, para malaikat.
Untuk mengetahui derajat kita disisi Allah bisa diketahui dengan melihat pada diri kita, bahwa kedudukan Allah dihati kita, sandainya kedudukan allah didalam hati kita Agung, segala sesuatu yang kita kerjakan semata-mata karena Allah tidak ada yang lain maka ingsya Allah kita termasuk orang-orang yang muqorobun, didalam hadis diceritakan “man qola “Laa ilaaha Ilallah” kholisan minqolbihi wa maddaha bitaqwim gofarallahu lahu arba’ata alafin danbi minal kabair”. barang siapa yang mengucapkan lafad laa ilaaha illallah ihlas didalam hatinya dan membacanya dengan panjang maka diampuni baginya empat ratus ribu dosa-dosa besar. Sebaliknya kalau segala-gala yang kita kerjakan tidak semata-mata karena Allah maka ketahuilah kedudukan kita disisi Allah juga rendah karena kedudukan Allah dihati kita kalah dengan kepentingan-kepentingan dunia, maka kita termasuk golongan orang-orang celaka.
Diceritakan fudail bin ‘iyat RA, berkata “sesungguhnya seorang hamba dapat melakukan taat beribadah kepada allah itu hanya menurut kedudukannya disisi Allah atau perasaan imannya terhadap Allah, atau kedudukan Allah didalam hatinya”. Disini bisa mengukur nilai ibadah seseorang apa lemah atau kuat, bisa dilihat dari kedudukan Allah dihati manusia itu sendiri, atau dilihat dari kedudukan iman kita kepada Allah. Juga wahab bin munabih berkata “saya telah membaca kitab-kitab Allah yang terdahulu, ditemukan bacaan “wahai anak adam taatilah perintahKu dan jangan engkau beritahukan kepadaKu apa yang jadi kebutuhanmu, yakni engkau jangan mengajari Aku apakah yang paling baik bagimu sesungguhnya Aku sudah mengetahui kepentingan hambaKu, Aku memuliakan siapa yang patuh pada perintahKu dan menghinakan kepada siapa yang meremehkan perintahKu aku tidak menghiraukan kepentingan hambaKu sehingga hambaKu mau memperhatikan hakKu”. Dari perkataan dua orang sholihin ini kita bias berkesimpulan bahwa segala sesuatu kita harus memperhatikan segala perintah Allah sehingga Allah akan memperhatikan kondisi kita, kebutuhan kita dan harapan kita maka orang-orang sholeh dahulu setiap berdoa “inna khaliy takfika ‘an sualiy” Ya Allah sesungguhnya kondisiku cukup untuk menjadi permohonanku.